Sidoarjo – Pilarbangsa.co.id
Masih maraknya praktek penjualan buku pendamping maupun lembar kerja siswa (LKS) dikenal pula dengan sebutan buku tema dilingkungan pendidikan sekolah terkhusus siswa siswi murid SDN se kabupaten Sidoarjo perlu perhatian lebih lanjut. Bukan rahasia umum lagi polemik dan pro kontra jadi momok bagi wali murid terkhusus yang kurang mampu. Pengadaan buku LKS melalui paguyuban wali murid melibatkan pihak sekolah disinyalir hal seperti ini bisa menimbulkan miss komunikasi antara pihak sekolah, paguyuban maupun orang tua/wali murid dikwatirkan ada syarat kepentingan pribadi.
Peraturan pemerintah (PP) Nomor 17 tahun 2010 tentang pengelolaan dan penyelengaraan pendidikan dijelaskan secara rinci tentang itu.
Dalam pasal 181 pp no.17 tahun 2010 disebutkan tenaga pendidikan baik perseorangan maupun kolekif dilarag menjual buku bahan ajar perlengkapan bahan ajar pakaian seragam atau bahan pakaian disatuan pendidikan.
Hasil investigasi Tim Pengawas Eksternal Dunia Pendidikan mengajak awak media, tahun ajaran baru 2025 – 2026 selama sebulan lebih di beberapa sekolah SDN se Kabupaten Sidoarjo wilayah Kecamatan Candi, Kecamatan Buduran, Kecamatan Sukodono dan Kecamatan lainya masih marak oknum nakal yang berjualan buku LKS bahkan ada dugaan melakukan persekongkolan jahat mementingkan keutungan sepihak baik dari oknum guru / tenaga pengajar dengan sejumlah penerbit seperti distributor penyedia seperti CV Angga, CV Ariyanto, CV Ryanto enggan merespon hal ini.
Sabtu 13/09/2025, Tim menelusuri ke salah satu sekolah diantaranya SDN Pademonegoro Kecamatan Sukodono, SDN Sumorame Kecamatan Candi dan lainya. persiswa harus membeli buku LKS sekitar 100 ribuan persiswa ini 6 bulan persemester siswa diwajibkan untuk membeli buku sebesar jumlah harga buku yang sudah ditentukan pihak peyedia. Diduga mengatas namakan paguyuban wali murid bekerjasama dengan oknum guru pengajar mengkoordinir pembelian buku LKS ke sejumlah penyedia dengan cara pembeliannya melalui toko yang sudah dikondisikan maupun pemesanan khusus oleh sekolah. Hal ini dilakukan seolah-olah walimurid yang membeli sendiri, padahal sudah diatur distributor.
Salah satu wali murid SDN yang enggan disebutkan namanya DN menyampaikan anak saya diwajibkan untuk membeli buku LKS untuk syarat belajar mengajar yang mana sudah dikoordinir melalui paguyuban sekolah dengan gurunya, saya senang bisa ada buku LKS namun yang memberatkan kita sebagai orang tua tentang biayanya di kelas 4 SD anak saya sudah wajib membeli LKS sekitar 200an, hal seperti itu bagi saya ekonomi kurang mampu terlalu berat sedangkan itu sekolah negeri, pasti ada bantuan dari pemerintah. Jika tidak menuruti apa yang ada dalam grub paguyuban anak kita bisa menjadi bahan bully, Saya berharap pembelian buku LKS disubsidi” terangnya.
Lebih lanjut hal tersebut, bisa dianggap akal akalan supaya pihak sekolah tidak dituduh menjual LKS padalah prakteknya sudah bekerjasama dengan distributor penyedia buku yang sudah dikondisihkan melalui kepala sekolah.
Cak Is selaku pengawas Eksternal Dunia Pendidikan membenarkan terjadi praktek jual beli buku LKS oleh para oknum pendidik dengan distributor penyedia buku tersebut, padahal Kemendikbud menyatakan penyediaan buku sudah disiapkan dengan mekanisme pendanaan dari Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Namun, praktik penjualan buku pendamping maupun lembar kerja siswa (LKS) yang saat ini dikenal dengan istilah Buku Tema di lingkungan sekolah Pemerintah Kabupaten Sidoarjo masih marak terjadi. (stn)